2025
Semua tak sama lagi.
Memang benar, dunia ini adalah cobaan buat kita-kita yang akhirnya sudah tahu jawabannya. Sudah tidak ada lagi pertanyaan "kenapa?", saat ini hanyalah "bagaimana?". Bagaimana kamu bisa melanjutkan ini semua...?
Aura termenung, duduk di kursi kayu meja makan dapur rumahnya. Ia sedang memikirkan bagaimana besok, akankah kebahagiaan bisa ia jemput. Kadang kebahagiaan yang dimaksud adalah melihat konten lucu di Reels Instagram atau FYP TikTok Sugoi ne. Aura tahu itu adalah kebahagiaan sementara buatnya. Yang Aura inginkan adalah kebahagiaan menjemput cita-citanya.
"Cita-cita kamu bilang? Kamu mau jadi apa sih sebenarnya? Banyak banget yang pengen kamu lakuin."
"Ya udah sih, orang kita lagi jemput rezeki."
"Kalau cita-cita itu harus ada satu, biar fokus, biar tahu bakat kamu tuh di situ."
Itu siapa sih yang ngobrol begitu sampai Aura ingat kalimatnya?
Lalalalalalalala lalalalalalalala uuuuuhhh uuuuuhhh that's how we goes...
Tiba-tiba ringtone handphone Aura berbunyi.
"Ada apa, Nara nelepon ya?"
Aura bertanya karena ini sudah jam 10.36 malam. Aneh juga dipikir-pikir, kan sudah waktunya orang kebanyakan tidur.
"Iya, halo... Kenapa sih, ada apa? Besok juga ketemu kali, kayak nggak ada hari besok aja."
Ketus emang si Aura kalau udah PMS. Masalahnya ini hari kedua dia PMS, seharian dia sensitif banget.
Nara dengan suara beratnya berkata,
"Aura... Aku mohon, kejadian kemarin tolong jangan bilang ke siapa-siapa dulu. Please, keep aja buat kita berdua."
Apa? Ada apa sih? Kejadian apa ya?
"Nara, kamu lagi di mana sekarang? Kamu di rumah? Atau di basecamp?"
"Aku nggak bisa jelasin sekarang, tapi kondisiku aman. Sebaiknya kamu jangan ke rumah aku ataupun basecamp. Kamu lanjutkan aktivitas seperti biasa besok. Aku kabari lagi nanti."
"Ntar, ntar, ini ada apa sih, Nara? Bisa jelas—"
"Aura... Please, keep between us about what happened yesterday. Aku kabarin lagi nanti, besok jam segini juga ya. Aura, hati-hati ya. Bye bye."
Telepon itu ditutup oleh Nara. Aura udah bingung banget sampai bilang,
"Nara bener-bener ya, belum dijelasin udah main tutup-tutup aja. Ih, sebel deh."
Tapi Aura jadi kepikiran, sebenarnya kejadian kemarin itu...
Hari, Tanggal: Sabtu, 14 Juni 2025
Tempat: Basecamp
Nara:
"Ya udah nanti aja aku bantuin."
Aura:
"Tapi ini tanggung banget tau, masa beda terus sih arus kas besar aku sama yang Ibu Shanti! Padahal kan aku udah hitung bener-bener dan semua bukti itu ada gitu loh, Naraaaa... Haaa mau nangissss..."
Nara: (sambil garuk-garuk kepala)
"Haduh, kalau udah kayak gini mendingan nggak usah dikerjain. Nanti aja. Sini, udah biarin nanti sama aku aja barengan dikerjainnya. Ini dulu, ini Aura..." (sambil nunjuk lego)
"Ini mau kapan diberesin, haaa? Katanya hari ini mau dipasang terus dipajang di kamar kamu?"
Aura: (udah berkaca-kaca matanya)
"Naraaa, ih beneran kamu mah ya nggak ngertiin aku. Lego mah bisa besok-besok atuh ihhh. Tapi ini gimana, hari Senin ntar ditanyain terus kalau minus masa kudu nombokin? Haaaaaa..."
Si Nara kelihatan udah capek banget nangani anak perempuan ini. Ya, seru juga kadang-kadang dilihatnya mereka berdua itu udah kayak love-hate relationship. Eh, apaan sih, mereka itu bukan couple ya, tapi teman. Teman doang yang punya hobi sama, yaitu nyusun lego dan lain-lainnya. Beda banget!
Iya, beda nih yah dijabarin contohnya kayak personality, style pakaian, cara bicara... Ah, udah males kebanyakan bedanya mereka.
Nara:
"Oh my God, Auraaa... Udah, tinggal ntar Senin bilang aja sama nyatuin dari mana yang bedanya. Nanti juga ketahuan di mana salahnya. Yuk, udah hari libur jangan bad mood gitulah. Ini bantuin, ayo sini, bunga legonya baru aku buat satu."
Aura nurut aja, mau gimana lagi. Emang bener omongan Nara, teman yang paling bijak yang dia punya. Kesannya Aura nggak punya teman banyak ya? Emang iya. Banyak, tapi nggak ada yang dekat gini seperti Nara. Dekat dengan Nara, si Aura emang bisa menjadi diri sendiri dan nggak sungkan.
Aura: (nyamperin Nara di meja persegi yang diletakkan dekat dengan jendela rumah desain art deco itu)
"Mana sini..." (masih manyun dilihat-lihat)
Nara: (tersenyum manis)
"Gitu dong, ini baru namanya weekend..."
Sudah 30 menit berlalu, lego bunga mawar itu hampir selesai. Tapi tiba-tiba ada suara anak kucing yang rasanya begitu dekat dengan basecamp mereka.
Miaw... miaw... miaw...
Nyaring sekali suaranya, terdengar hanya satu anak kucing.
"Nara, ih ada anak kucing di mana ya... Ntar ya, coba aku lihat dulu."
"Cccc... Meng di mana? Cccc sini..." (pakai suara imut)
Terlihatlah anak kucing berwarna abu. Lucu sekali melihat ia sedang berdiri di tangga, tapi kasihan kurus sekali badannya. Apakah tidak ada induknya? Aura langsung menghampiri dan memeluk kucing abu tersebut.
"Kamu ngapain, di mana mamah kamu? Hm?"
Kucing abu itu nampaknya nyaman sekali dalam pangkuan Aura.
Waaah, cat distribution alert iniiiii...
Aura:
"Naraa, Naraa, ini kucingnya ketemu! Ihhh lucuuu..." (sambil mengelus kepala kucingnya)
Nara:
"Eh iya, ih kayak British Shorthair gitu ya... Nemu di mana?"
Aura:
"Itu tadi di tangga, kasihan banget kayak minta makan. Eh, bawa makanan nggak kamu?"
Nara:
"Nah, ya udah kita ke minimarket bawah dulu. Aku udah habis tadi rotinya."
Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk pergi ke minimarket membeli makanan untuk anabul. Perjalanannya nggak begitu jauh, tapi emang sunyi banget lingkungan basecamp mereka. Soalnya ini dikelilingi perumahan elite, jadi jarang ada orang, nggak ramai kayak di gang-gang gitu.
Dipikir-pikir aneh juga mereka nemu basecamp gitu... Tapi memang ada sejarahnya. Dapetin basecamp ini sengaja Nara dapatkan karena pemilik rumah tersebut sedang pergi ke luar negeri untuk bersekolah kembali. Nara biasa dipanggil orang-orang yang punya rumah elite untuk sekadar membersihkan rumah tersebut bila diperlukan. Hitung-hitung membersihkan, tapi Nara sengaja menjaga rumah tersebut dan dijadikan basecamp untuk bisa menyusun lego bersama Aura.
Nara:
"Duh, mau hujan nih. Agak cepetan jalannya, Aura... Itu udah kamu kunci kan rumah barusan?"
Aura:
"Udah aman, tenang aja. Ini kuncinya ada di tas aku." (sambil ngasih kode ke tas warna ungunya)
Aaaaaaaaaaaakkkkkkkkk.........
Melengking jeritan seperti suara perempuan.
Mereka berdua langsung terdiam, dan memberikan mimik dari mana suara itu berasal. Tak biasanya lingkungan itu selalu damai, kok ada yang teriak? Siapa tadi?
Aura:
"Ih, Nara itu siapa?"
Nara:
"Aura, kamu—"
Lalalalalalalala lalalalalalalala uuuuuhhh uuuuuhhh that's how we goes...
Tiba-tiba ringtone handphone Aura berbunyi.
"Halo, selamat siang?"
"Maaf, apakah betul dengan Ibu Aura?"
"Maaf, ini dengan siapa?"
"Maaf Ibu, saya dari Dede, Humas Rumah Sakit Tasikmalaya. Saya mau konfirmasi, Bu, apakah betul Ibu bernama Aura Indihiang?"
"Iya, betul. Ada apa ya, Pak Dede?"
"Bu, kami mau menginfokan kalau donor darah yang Ibu donorkan darahnya berwarna biru."
Bentar...
Di mana-mana darah itu kan merah.
Aduh, apaan sih? Scam zaman sekarang ya...
"Pak, maksudnya apa ya? Saya nggak ngerti."
Tiba-tiba Nara mendorong Aura ke gang kecil, sela-sela di antara dua rumah besar itu.
Zzzzzzrreeettt...
Nara:
"Aura, jangan bersuara."
Nara berbisik pelan sambil terengah-engah napasnya.
Aura sengaja menutup telepon itu.
"Nara, ada apa? Ada maling ya?"
Nara hanya terdiam.
Mereka berdua berhimpitan dan tubuh mereka begitu dekat hingga Aura bisa melihat keringat di pelipis dahi kanan Nara yang mengalir begitu cepat.
Iya, Aura kehilangan peristiwa itu gara-gara telepon scam tadi.
Tiba-tiba tangan kanan Nara yang sebelumnya memegang pundak Aura beralih menutup mulut Aura.
Hening dan gelap, begitu suasana yang menggambarkan kejadian mereka bertiga di gang.
Dummm... dummm... dummm... dummm...
Itu bukan langkah, lebih seperti suara dentuman yang keras.
Aura menutup telinga kucing kecil itu.
Suara dentuman itu semakin kencang dan mendekat ke arah mereka bersembunyi.
Dummm... dummm... dummm... dummm...
Nara dan Aura melihat ke arah kanan mereka, di mana cahaya di antara gang tempat mereka sembunyi itu berada.
Dummm... dummm... dummm...
Oh tidak, suara ini sakit sekali di telinga.
Lebih nyaring dari suara perempuan yang teriak tadi...
Dummm... dummm... dummm...
Suara mendekat... dekat... dekat...
Aura menutup matanya dan memeluk kuat kucing abu karena menahan kepedihan suara itu.
Namun tidak ada satu pun makhluk yang terlihat.
Kosong... Apa semua ini?
Suara dentuman semakin jauh... jauh... jauh...
Hingga tidak terdengar kembali.
Mereka berdua lemas, keringat mereka bercucuran lebat.
Dengungan itu masih ada di telinga.
Aura berpikir, mengapa Nara menutup mulut Aura, bukan telinga...?
Nara:
"Aura, kita pulang ya... Aku anterin."
Aura yang begitu lemas dipapah oleh Nara.
Komentar
Posting Komentar